Larangan menulis hadits (asal usul penulisan hadits)

RASULULLAH MELARANG MENULIS HADITS
ﻭَﻣَﺎ ﺁﺗَﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﻓَﺨُﺬُﻭﻩُ ﻭَﻣَﺎ ﻧَﻬَﺎﻛُﻢْ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﺎﻧﺘَﻬُﻮﺍ .
… ﴿٧ ﴾
“Apa yang diberikan Rasul padamu maka
terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka
tinggalkanlah…” (al-Hasyr: 7)
Dari firman Allah ini dijelaskan bahwa apa
yang dilarang oleh Rasulullah saw harus
ditinggalkan.
Diantaranya adalah menulis selain al-Quran.
Rasulullah saw bersabda:
ﻻَ ﺗَﻜْﺘُﺒُﻮْﺍ ﻋَﻨِّﻰ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺇِﻻَّ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺘَﺐَ ﻋَﻨِّﻰ ﻏَﻴْﺮَ
ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻓَﻠْﻴَﻤْﺤُﻪُ ( ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﺭﻗﻢ 11362 ﻭﻣﺴﻠﻢ
ﺭﻗﻢ 3004
ﻭﺃﺑﻮ ﻳﻌﻠﻰ ﺭﻗﻢ 1209 ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻰ ﺭﻗﻢ 450 ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ
ﺭﻗﻢ 6254 ) .
“Janganlah kalian menulis sesuatu dari saya
kecuali al-Quran. Barang siapa yang menulis
dari saya
selain al-Quran, maka hapuslah” (HR Ahmad
No 11362, Muslim No 3004, Abu Ya’la No
1209, ad-
Darimi No 450 dan Ibnu Hibban No 6254)
Namun Rasulullah Saw memberi keringanan
kepada seorang sahabat yang minta dituliskan
hadis-
hadis Rasulullah Saw, yaitu saat Nabi
berkhutbah dalam haji perpisahan;
ﻗَﺎﻡَ ﺃَﺑُﻮ ﺷَﺎﻩٍ ﺭَﺟُﻞٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻴَﻤَﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻛْﺘُﺒُﻮﺍ ﻟِﻰ ﻳَﺎ
ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﺍﻛْﺘُﺒُﻮﺍ
ﻷَﺑِﻰ ﺷَﺎﻩٍ . ﻗُﻠْﺖُ (ﺍﻟﻮﻟﻴﺪ ) ﻟِﻸَﻭْﺯَﺍﻋِﻰِّ ﻣَﺎ ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﺍﻛْﺘُﺒُﻮﺍ
ﻟِﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺨُﻄْﺒَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻰ ﺳَﻤِﻌَﻬَﺎ ﻣِﻦْ
ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ (ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ 2434 ﻭﻣﺴﻠﻢ
3371 )
“Lalu Abu Syah, seorang lelaki dari Yaman
berkata: “Tuliskanlah untuk saya, wahai
Rasulullah!”
Rasulullah Saw bersabda: “Tuliskanlah untuk
Abu Syah!”. al-Walid (perawi) bertanya: “Apa
yang ia
maksud dengan perkataannya “Tuliskanlah
untuk saya, wahai Rasulullah!”. Auzai
menjawab: “Yaitu
khutbah yang ia dengar dari Rasulullah” (HR
al-Bukhari No 2434 dan Muslim No 3371)
Sebagaimana diketahui, keringanan ini oleh
Rasulullah ditujukan kepada Abu Syah. Namun
beberapa
sahabat yang lain memiliki beberapa catatan
yang berisi hadis-hadis Rasulullah Saw,
seperti riwayat
berikut:
ﻋَﻦْ ﻋَﻠِﻰٍّ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﻛَﺘَﺒْﻨَﺎ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇِﻻَّ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥَ ، ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻰ ﻫَﺬِﻩِ
ﺍﻟﺼَّﺤِﻴﻔَﺔِ (ﺭﻭﺍﻩ
ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ 3179 )
“Dari Ali, ia berkata: Kami tidak menulis dari
Rasulullah Saw kecuali al-Quran dan hal-hal
yang ada
dalam lembaran ini (hadis yang menjelaskan
tentang perjanjian sesama muslim, luas
Madinah dan
sebagainya)…” (al-Bukhari No 3179)
Begitu pula dari Abu Hurairah, ia berkata:
ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍَﺑُﻮْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃَﺣَﺪٌ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ ﻋَﻨْﻪُ ﻣِﻨِّﻰ ، ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ
ﻣِﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ
ﻋَﻤْﺮٍﻭ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻜْﺘُﺐُ ﻭَﻻَ ﺃَﻛْﺘُﺐُ (ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ 113 )
“Tidak ada dari sahabat-sahabat Nabi Saw
yang hafal hadis lebih banyak dari saya, selain
dari
Abdullah bin Amr (bin Ash). Sebab dia menulis
dan saya tidak menulis” (al-Bukhari 113)
Penulisan hadis dikalangan sahabat kala itu
masih terbatas perorangan, tidak semua
menulisnya,
karena memang Rasulullah Saw melarangnya.
Setelah Rasulullah wafat, bahkan selesainya
masa
khulafa’ ar-Rasyidin juga belum ada penulisan
hadis yang baik, meskipun di masa khalifah
telah
rampung membukukan al-Quran yang pada
awalnya baik Khalifah Abu Bakar, Amirul
Mu’minin Umar
bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ragu untuk
membukukan al-Quran dengan alas an
sederhana, ‘karena
tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw’.
Baru di masa Dinasti Bani Umayyah ketika
dipimpin oleh Umar bin Abdul Aziz yang
banyak disebut
sebagai Khalifah yang kelima, ia memberi
perintah:
ﻭَﻛَﺘَﺐَ ﻋُﻤَﺮُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰِ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﺑِﻰ ﺑَﻜْﺮِ ﺑْﻦِ ﺣَﺰْﻡٍ ﺍﻧْﻈُﺮْ
ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳﺚِ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ –
ﻓَﺎﻛْﺘُﺒْﻪُ ، ﻓَﺈِﻧِّﻰ ﺧِﻔْﺖُ ﺩُﺭُﻭﺱَ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻭَﺫَﻫَﺎﺏَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ،
ﻭَﻻَ ﺗَﻘْﺒَﻞْ ﺇِﻻَّ ﺣَﺪِﻳﺚَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰِّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ،
ﻭَﻟْﺘُﻔْﺸُﻮﺍ
ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ، ﻭَﻟْﺘَﺠْﻠِﺴُﻮﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻌَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﻻَ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ
ﻻَ ﻳَﻬْﻠِﻚُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺳِﺮًّﺍ ( ﺻﺤﻴﺢ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻣﻌﻠﻘﺎ 1 /

186)
“Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada
Abu Bakar bin Hazam (Gubernur di Madinah):
Lihatlah
apa yang ada dalam hadis Rasulullah, lalu
tulislah. Sebab saya takut akan hilangnya ilmu
dan
wafatnya ulama. Jangan kau terima kecuali
hadis Rasulullah Saw, sebarkan ilmu,
hendaklah duduk
mencari ilmu hingga orang yang belum tahu
menjadi tahu. Sebab ilmu tidak akan hilang
sehingga
menjadi rahasia” (Sahih Bukhari secara
Muallaq 1/186)
al-Hafidz IbnunHajar berkata:
ﻳُﺴْﺘَﻔَﺎﺩ ﻣِﻨْﻪُ ﺍِﺑْﺘِﺪَﺍﺀ ﺗَﺪْﻭِﻳﻦ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚ ﺍﻟﻨَّﺒَﻮِﻱّ . ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍ
ﻗَﺒْﻞ ﺫَﻟِﻚَ ﻳَﻌْﺘَﻤِﺪُﻭﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤِﻔْﻆ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺧَﺎﻑَ ﻋُﻤَﺮ ﺑْﻦ
ﻋَﺒْﺪ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰ
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺭَﺃْﺱ ﺍﻟْﻤِﺎﺋَﺔ ﺍﻟْﺄُﻭﻟَﻰ ﻣِﻦْ ﺫَﻫَﺎﺏ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢ ﺑِﻤَﻮْﺕِ
ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀ ﺭَﺃَﻯ ﺃَﻥَّ ﻓِﻲ ﺗَﺪْﻭِﻳﻨﻪ ﺿَﺒْﻄًﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﺇِﺑْﻘَﺎﺀ ( ﻓﺘﺢ
ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﻻﺑﻦ
ﺣﺠﺮ ﺝ 1 / ﺹ 163 )
“Darisinilah awal pembukuan hadis Nabi.
Sebelumnya mereka berpedoman pada hafalan.
Maka
ketika Umar bin Abdul Aziz khawati hilangnya
ilmu dengan wafatnya para ulama pada awal
100
tahun pertama hijriyah, Umar bin Abdul Aziz
berpendapat bahwa dalam pembukuan hadis
akan
semakin membuat akurat pada hadis dan
kekal” (Fath al-Bari 1/163)
Gayungpun bersambut, dialah Muhammad bin
Muslim bin Syihab az-Zuhri (w. 124 H) yang
pertama
kali merespon permintaan penulisan hadis.
Kemudian disusul secara serempak dari
berbagai kota, di
Makkah ada Ibnu Juraij, di Madinah ada Ibnu
Ishaq, di Kufah ada Rabi’ bin Shabih, Said bin
Arubah,
Hammad bin Salamah, dan Sufyan ats-Tsauri,
di Syam ada Auzai, di Yaman ada Hisyam dan
Ma’mar. Mereka semua hidup dalam satu
generasi.
Generasi berikutnya adalah masa keemasan
kodifikasi hadis, dengan lahirnya para ulama
yang
mendermakan hidup dan perjuangannya untuk
hadis dan berkelana mencari hadis,
diantaranya adalah
Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Dawud,
Nasai, Ahmad bin Hanbal dan sebagainya (Dr.
Muhammad Luthfi Shabbagh, al-Hadis an-
Nabawi)