daftar orang yang dapat menyeret kita ke neraka

Nabi bersabda, "Tahukah kalian siapa sebenarnya
orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab,
"Orang yang bangkrut menurut pandangan kami
adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang)
dan tidak memiliki harta benda". Kemudian
Rasulullah berkata, "Orang yang bangkrut dari
umatku adalah orang yang datang pada hari
Kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa dan
zakatnya, (tapi ketika hidup di dunia) dia mencaci
orang lain, menuduh orang lain, memakan harta
orang lain (secara bathil), menumpahkan darah
orang lain (secara bathil) dan dia memukul orang
lain, lalu dia diadili dengan cara kebaikannya
dibagi-bagikan kepada orang ini dan kepada orang
itu (yang pernah dia zhalimi). Sehingga apabila
seluruh pahala amal kebaikannya telah habis, tapi
masih ada orang yang menuntut kepadanya, maka
dosa-dosa mereka yang didzalimi ditimpakan
kepadanya, dan pada akhirnya dia dilemparkan
kedalam neraka (Shahih Muslim No.4678, Tirmidzi
No. 2342)
Siapakah kira-kira yang dimaksud ‘orang lain’ yang
disebut dalam hadits tersebut? Apakah mungkin
mereka itu orang yang tinggalnya jauh dari kita.?
Misalnya anda yang tinggal di Indonesia, maka
‘orang lain’ yang dimaksud Rasulullah adalah Mr.
Smith di Amerika Serikat, atau Nakamura-san di
Tokyo, Mr. Mugabe di Afrika..? Lalu kapan adanya
kesempatan kita berinteraksi dengan mereka
sehingga memunculkan kedzaliman dan sikap
menyakiti..?. Bagaimana mungkin bisa dikatakan
kita melakukan dosa padahal kenalpun tidak..?.
Maka ‘orang lain’ yang dimaksud oleh hadist
tersebut pastilah orang-orang terdekat kita. Anda
tahu siapa mereka..? mereka adalah keluarga kita,
istri atau suami, anak-anak, orang-tua, saudara,
tetangga kiri dan kanan, jamaah masjid, rekan
sekantor, teman sekolah, karyawan dan anak buah
kita, itulah ‘orang lain’ yang bisa menyeret kita ke
neraka akibat kedzaliman yang kita lakukan
terhadap mereka.
Boleh dikatakan dalam melakukan interaksi sesama
manusia, kita hampir tidak pernah luput dari sikap
saling menyakiti, dalam suatu waktu kita berdamai
satu sama lain, pada kesempatan lain muncul
konflik, kemarahan dan diikuti sikap saling
menyerang. Kedzaliman biasa dilakukan oleh pihak
yang lebih berkuasa, lebih kaya, lebih bertenaga,
namun pada satu kondisi bisa juga dilakukan oleh
rakyat jelata, orang tidak berpunya, bawahan, anak
buah. Kedzaliman misalnya muncul dari tukang
becak ataupun sopir angkot yang sengaja
memacetkan jalanan, atau bawahan yang malas
tidak mau menjalankan tugas dan kewajiban, dll,
yang berakibat menyakiti dan menyusahkan orang
lain.
Tentu saja potensi kedzaliman lebih banyak berasal
dari pihak yang berkuasa, berharta dan memiliki
tenaga terhadap pihak sebaliknya.
Kedzaliman juga tidak hanya berbentuk kekerasan
dan penindasan saja, kelalaian orang-tua dalam
mendidik anak untuk taat kepada Allah juga
termasuk kedzaliman. Apakah anda bisa
membayangkan ketika di akherat kelak seorang
anak yang ‘divonis’ masuk neraka karena banyak
melakukan dosa dan maksiat, dia akan
memprotes :”Saya begini karena tidak pernah
dididik oleh orang-tua saya, dia hanya memikirkan
keselamatannya sendiri, menjadi orang saleh
sendiri, ke masjid sendiri tanpa mengajak dan
mengingatkan saya..”, atau protes datang dari
tetangga anda yang dihukum karena suka
bermaksiat tanpa pernah kita ingatkan dan
cegah..?
Kita juga jangan menyangka, bahwa di akherat
kelak, antara anak dan orang-tua, antar saudara
akan saling membantu ‘bahu-membahu’ agar luput
dari siksaan neraka, Allah menginformasikan :
QS Al-Mu’minun (23):101 Apabila sangkakala
ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di
antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula
mereka saling bertanya.
Jangankan antara keluarga dan saudara, bahkan
antara pikiran kita dengan anggota tubuh kita saja
tidak ada lagi koordinasi dalam bersaksi tentang
perbuatan kita selama di dunia :
QS Yaasin (36):65 Pada hari ini Kami tutup mulut
mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.
Kedzaliman terhadap sesama manusia hanya bisa
dihapus dengan saling memaafkan, dan
kesempatan itu hanya ada dalam kehidupan di
dunia saja. Di akherat sudah tidak ada lagi
‘mekanisme’ saling memaafkan karena semua
sudah dicatat dan ‘dipatenkan’, lalu semua fakta
akan dihakimi dengan seadil-adilnya. Jangan
bersikap ‘pede’ dengan mengatakan :”Biar saja,
saya tidak perlu meminta maaf, karena dia juga
pernah mendzalimi saya..”, sebab boleh jadi nanti
di pengadilan Allah, kedua pihak justru akan saling
tarik-menarik untuk masuk ke neraka. Maka
bersegeralah untuk saling memaafkan selagi masih
ada waktu.
Jadi pernahkan anda membayangkan bahwa
ternyata ‘orang lain’ yang berpotensi menyeret
anda ke neraka tidak datang dari tempat yang jauh,
melainkan pasangan hidup, anak-anak, orang-tua,
tetangga, rekan kantor, teman sekolah, bawahan,
jemaah masjid, yaitu mereka yang sering
berinteraksi dengan kita?
Pada suatu keadaan, ketika orang lain yang kita
dzalimi tersebut terlebih dahulu meninggalkan kita,
maka kemalangan sebenarnya ada pada pihak yang
masih hidup. Pada umumnya orang yang
ditinggalkan dengan mudah memberikan maaf
terhadap orang yang sudah mati, namun
sebaliknya, bagaimana bisa si mati punya
kesempatan untuk memaafkan yang hidup..? Maka
kedzaliman anda yang belum termaafkan itu mau
tidak mau akan anda bawa ke liang kubur.
Untuk kondisi seperti ini, Al-Qur’an menyatakan
bahwa kita masih diberi kesempatan untuk bisa
‘mengimbangi’ dosa kedzaliman yang belum
sempat dimaafkan tersebut :
QS An-Nur (24):22 Dan janganlah orang-orang
yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di
antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak)
akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat
(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang
yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah
mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah
kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang,
Memaafkan kedzaliman orang lain terhadap kita
tanpa menunggu mereka memintanya, merupakan
perbuatan baik yang bisa menghapus dosa
kedzaliman kita yg belum sempat termaafkan.
Maka bersegeralah untuk memberi maaf dengan
hati yang tulus, berlapang dada untuk tidak lagi
mengingat sikap orang yang yang telah
memunculkan dendam dan sakit hati, bahkan
mendo’akan mereka agar tidak menerima akibat
atas kelakuan tersebut. Jangan mempunya
sikap :”Buat saya sih sudah tidak ada masalah,
saya sudah menganggap urusannnya selesai”,
namun sikap kita terhadap orang tersebut tetap
saja dipengaruhi dendam dan sakit hati, tidak tulus
dan berbaik sangka, itu bukanlah suatu pemaafan
yang berguna. Sebaiknya kita berusaha meniru
sikap Rasulullah, ketika beliau dianiaya oleh kaum
kafir, lalu Allah mengutus malaikat, bersiap
mengikuti perintah apa saja yang akan dikeluarkan
beliau untuk menghukum kaum tersebut, Rasulullah
malah berkata :”Yaa Allah, ampunilah perbuatan
mereka karena mereka sama sekali tidak mengerti
apa yang telah mereka lakukan..”.
Meminta maaf dan memaafkan, sekali lagi, hanya
merupakan kesempatan yang diberikan Allah di
dunia saja, maka apa gunanya dendam dan sakit
hati harus anda pelihara sampai ke liang kubur..??
apa manfaat nya bagi anda..?? Sama sekali tidak
ada.., bersegeralah melakukannya dengan tulus,
datangi orang-orang terdekat anda, hapus segala
ganjalan dihati, do’akan keselamatan untuk
mereka, karena keselamatan mereka bisa menjadi
keselamatan anda juga.

Sumber: hikmah.muslim-menjawab.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar